Sistem Pemeriksaan Kepabeanan

Pemeriksaan pabean sebenarnya merupakan suatu proses yang harus dilakukan oleh pejabat Bea dan Cukai, setelah pemberitahuan impor barang (PIB) atau pemberi tahuan ekspor barang (PEB) disampaikan oleh orang yang akan mengeluarkan barang-barang impornya diwajibkan untuk membuat dan mengisi atau mentransfer data pemberitahuan pabean secara manual maupun elektronik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemberitahuan ini merupakan tujuan dari pengawasan dan berprinsip pada azas self assessment .

Pengertian pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dan diberikan kewenangan pemeriksaan guna mendapatkan data dan penilaian terhadap dokumen dan fisik barang. Pemeriksaan kepabeanan termasuk ke dalam pengertian pengawasan kepabeanan. Petugas Pabean diserahi pengawasan dan pelayanan sesuai dengan kebutuhan industri dan pengguna jasa lainnya dalam rangka upaya untuk menghindari ketidaklancaran arus barang impor maupun ekspor. Di satu sisi kepabeanan dituntut untuk dapat memberikan fasilitas sesuai dengan kebijakan pemerintah terutama dalam peningkatan investasi langsung. Kepentigan industri dan proses perdagangan yang membutuhkan ketepatan dan kecepatan waktu penyerahan barang. Di sisi lain melakukan pengawasan yang dianggap sebagai “hambatan birokrasi” berupa sistem dan prosedur kepabeanan yang rumit sebagai pelaksana ketentuan dari instansi teknis lain, di bidang pengawasan dan penegakan hukum.

Peran bea dan cukai yang kontroversial, yaitu antara pengawasan dan penyediaan fasilitas merupakan suatu fenomena yang sulit diberikan definisinya secara tepat. Kepentingan industri dan proses perdagangan yang membutuhkan waktu yang tepat berhadapan dengan sebagai pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan di bidangnya. Kelancaran arus barang dan pengamanan penerimaan negara seperti dituntut oleh para penanam modal dan pengguna jasa kepabeanan terutama dalam kelancaran adminisrasi dan arus barang, merupakan suatu kepastian dalam dunia industri. Sistem pemeriksaan yang menunjang kepentingan nasional dan investasi dilakukan melalui penciptaan 2 (dua) macam cara pemeriksaan sebelum pengapalan (pre shipment inspection) dan setelah barang tiba (on the arrival inspection).

Pre shipment inspection (PSI), dalam praktek perdagangan diartikan sebagai penggunaan jasa dari perusahaan swasta untuk melakukan pemeriksaan secara rinci dan menyeluruh mengenai pengapalan barang. Pemeriksaan dapat meliputi harga, jumlah dan kualitas yang dipesan dari luar daerah pabean Perjanjian yang mengaitkan pemeriksaan (PSI) oleh perusahaan swasta merupakan prinsip-prinsip dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang diaplikasikan terhadap kegiatan perdagangan, tujuan utamanya dimaksudkan untuk perlindungan kepentingan finansial (pencegahan terhadap pelarian modal dan penyimpangan komersial atau commercial fraud dalam penghindaran bea masuk).

Dalam hal sebelum pengapalan, pemeriksaan dilaksanakan di luar daerah pabean baik oleh pejabat bea cukai atau pihak lain yang berindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pada saat ini terdapat petugas bea dan cukai yang ditempatkan di Darwin Australia (atas permintaan pemerintah Australia) untuk memeriksa secara fisik barang-barang asal negara ini yang dikirim ke Indonesia bagian timur. Sedangkan pemeriksaan setelah barang tiba, dilakukan oleh petugas Bea dan Cukai. Efisiensi biaya dan waktu, pemeriksaan dapat dilakukan di Tempat Penimbunan Berikat, Gudang Berikat atau Gudang Importir, setelah diajukan permohonan kepada kepala KPP Bea dan Cukai pelabuhan bongkar untuk izin pindah; lokasi dari Tempat Penimbunan Sementara ke tempat lain yang ditentukan.

Pemeriksaan fisik barang dilaksanakan di : ((a). Tempat Penimbunan Sementara (TPS) atau tempat lain yang disamakan dengan TPS; (b). Tempat Penimbunan Pabean (TPP); (c). Tempat Penimbunan Berikat (TPB)). Pemeriksaan fisik barang impor dilakukan oleh pejabat pemeriksa fisik berdasarkan instruksi pemeriksaan yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai atau sistem komputer pelayanan.

Penerapan Manajemen Risiko

Manajemen risiko yang berkembang sejak tahun 1970 di negara-negara maju dan baru diterapkan di Indonesiapada akhir tahun 2005, teah dikenal dalam lingkungan DJBC sejak tahun delapan puluhan. Risiko dapat diperkirakan dan dihitung melalui analisis resiko berdasarkan teori probabilitas. Risiko manajemen merupakan aplikasi prosedur manajemen secara sistematik untuk mengidentifikasikan, menganalisis, menghitung/memperkirakan serta mengambil tindakan untuk meminimalkan atau membatasi risiko.[MC9]

Melalui teori ini, terdapat tahapan-tahapan yang dianggap mengandung risiko dalam setiap kegiatan kepabeanan seperti :

· Tahap pertama adalah sebelum pemberitahuan (pre clearance), yakni sebelum, saat dan sesudah pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut, penyerahan manifest yang dilakukan oleh perusahaan sarana pengangkut atau agen/yang mewakili. Hal ini dilanjutkan dengan penyampaian pemberitahuan impor/ekspor.

· Tahap kedua, pemeriksaan ulang atas semua dokumen yang telah selesai dan barang sudah dikeluarkan dari tempat penimbunan dan diterbitkan SPPB.

· Tahap ketiga, audit kepabeanan (post clearance audit) yang dilakukan di tempat perusahaan yang menjadi sasaran audit.

· Tahap keempat, merupakan lingkup investigasi sebagai kelanjutan dari atas dasar ini pemeriksaan pabean yang dilaksanakan oleh pejabar bea dan cukai bersifat selektif dengan mempertimbangkan risiko yang melekat pada barang dan importir. Selektif dalam arti bahwa pemeiksaan fisik dilaksanakan setelah membuat suatu analisis risiko. Barang yang diimpor/ekspor dikategorikan ke dalam tiga tingkat risiko yaitu, tinggi (hi risk), medium risk atau law risk, tergantung dari hasil analisis yang dilakukan petugas.

Risiko tinggi atau high risk diterapkan atas barang-barang yang biasanya menjadi objek percobaan pelanggaran atau penyimpangan, misalnya barang elektronika, beras, gula, dan lainnya. Penetapan risiko tinggi dapat dilakukan sewaktu-waktu, dengan memantau pemasukan barang oleh importir yang semula mendapatkan jalur hijau. Sesuai dengan nature of business dan importasi atas jenis barang tertentu yang secara rutin dilaksanakan, tetapi pada suatu saat importir ini mamasukkan barang yang bukan seperti biasanya dan cenderung masuk risiko tinggi. Misalnya secara tetap dan rutin 4 kali sebulan importir ini mendatangkan buah-buahan dari  Cina. Tetapi pada akhir-akhir ini beberapa kali melakukan importisasi barang berupa mesin generator. Yang semua menikmati fasilitas jalur hijau, oleh pihak pabean atas importir ini dinaikkan ke ranking berisiko tinggi. Hi Risk, atau importasi yang dilakukan oleh Importir Umum (IU) dan Importir lain yang mempunyai tingkat risiko tinggi (High-Risk Importir), ditetapkan ke dalam Jalur Merah dengan tingkat pemeriksaan 100% (High).

Risiko menengah atau medium risk ditetapkan oleh petugas pabean melalui analisis yang dilakukan atas data yang tersedia dan melalui observasi serta mempelajari dokumen yang telah selesai. Atas barang-barang yang termasuk risiko menengah dilaksanakan pemeriksaan secara selektif Seperti mainan anak-anak dan lainnya. Barang-barang yang diimpor maupun diekspor masih mempunyai potensi risiko yang kemungkinan dapat merugikan pendapatan negara. Untuk importir yang mempunyai penetapan jalur prioritas atau MITA, dianggap sebagai importir yang mempunyai track record yang baik dan dikategorikan ke risiko rendah. Risiko didasarkan kepada jenis barang yang diimpor, adanya pelanggaran dan pertimbangan lain dan didasarkan atas profil importir/eksportir disusun oleh Komite yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Dalam sistem komputer Bea Cukai, tingkat risiko ini sudah diprogram dan secara otomatik akan ditentukan tingkat risiko oleh sistem ini, selain juga sebagai hasil analisis petugas. Tujuan penerapan menajemen risiko juga mengeliminasikan dana dan waktu yang terbuang sia-sia. Kemampuan untuk secara cepat mengetahui trnsaksi dalam perdagangan internasional yang akan membawa keterbukaan dan transparansi dalam pengambilan keputusan sehingga memenuhi akuntabilitas.

Tatalaksana Pemeriksaan Barang Impor

Pemeriksaan pabean dilaksanakan selain untuk mengumpulkan data impor dan ekspor, juga harus menguji kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dalam pemberitahuan yang menganut azas self assessment Dalam Pasal 3 Undang-undang Kepabeanan, dilaksanakan dengan aplikasi pemeriksaan pabean dilaksanakan melalui beberapa cara, seperti :

a). Pemeriksaan Administrasi

b). Penetapan Jalur

c). Pemeriksaan Fisik

d). Pemeriksaan fisik secara jabatan (ex-officio)

a. Pemeriksaan Administrasi

Pemeriksaan setelah data ditransfer melalui sistem Elektronik Data Interchange atau EDI, dilanjutkan penelitian administrasi yang didasari hasil penelitian komputer. Kegiatan ini meliputi, pemberitahuan pabean beserta lampiran-lampirnnya berupa dokumen pelengkap (termasuk lisensi dan izin dari departemen teknis) yang diperlukan untuk tujuan ini. Penelitian akan dilanjutkan terhadap kebenaran atas penerapan klasifikasi barang sesuai dengan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, dan didasarkan atas catatan-catatan yang ada baik dalam buku tarif bea masuk maupun Explanatory Notes termasuk Index dan peraturan tata niaga yang diterbitkan oleh Departemen Tekhnis. Hal ini perlu dilakukan agar penetapan tarif masuk tidak keliru yang berakibat adanya kerugian negara maupun kemungkinan merugikan pihak pengguna jasa kepabeanan.

Mengenai sistem klasifikasi barang dan sistem Nilai Pabean untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor dibicarakan dalam pembahasan tersendiri.

b. Penetapan Jalur

Tindakan penetapan jalur merupakan bagian tidak terpisahkan dari kegiatan penelitian administrasi. Penetapan jalur pengeluaran barang impor didasarkan atas profil Importir, yang dibuat oleh bagian pencegahan dan/atau profil komoditi yang disusun berdasarkan perkembangan importasi jenis-jenis barang yang banyak dilakukan pelanggaran, terbagi atas :

1. Jalur Hijau adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak diakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), ditetapkan dalam hal :

· Importir berisiko menengah yang mengimpor komodity berisiko rendah ;

· Importir berisiko rendah yang mengimpor komoditi berisiko rendah atau menengah ;

2. Jalur Merah adalah mekanisme pelayanan dan pengawas pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB ; Jalur Merah ditetapkan dalam hal :

· Importasi oleh Importir berisiko sangat tinggi ;

· Importir yang berisiko tinggi yang mengimpor komodity berisiko tinggi atau menengah ;

· Importir berisiko menengah yang mengimpor komoditi berisiko tinggi ;

· Importir berisiko rendah yang mengimpor komoditi berisiko tinggi ;

· Barang impor sementara, kecuali oleh MITA prioritas ;

· Barang re-impor, kecuali oleh MITA prioritas;

· Barang impor dengan fasilitas penangguhan pembayaran Bea Masuk, cukai, dan PDRI, kecuali oleh MITA prioritas ;

· Terkena pemeriksaan acak ;

· Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan kriteria yang ditentukan, sistem aplikasi pelayanan menetapkan jalur pengeluaran barang impor yang terdiri atas Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur Hijau, dan Jalur MITA. Dengan ditetapkannya beberapa pelabuhan di Indonesia sebagai pelabuhan utama, antara lain Tanjung Priok, penetapan jalur ditetapkan berbeda dengan yang lainnya yaitu :

3. Jalur Kuning adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB ; Jalur Kuning ditetapkan dalam hal :

· Importir berisiko tinggi yang mengimpor komoditi berisiko rendah ;

· Importir berisiko menengah yang mengimpor komoditi berisiko menengah;

Dalam hal jalur pengeluaran  barang impor ditetapkan jalur Kuning dan Pejabat Pemeriksa Dokumen memerlukan pemeriksaan laboratorium , importir mengajukan permohonan mengambil contoh barang kepada Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya. Jalur Kuning sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHIberdasarkan informasi dan Pejabat Pemeriksa Dokumen.

4. Jalur MITA atau Jalur Prioritas diperuntukkan bagi Mitra Utama (MITA) yaitu importir, direksi dan ditetapkan oleh Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal. Untuk Mita ditetapkan jalur terdiri atas.

· Jalur MITA Prioritas yaitu mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor oleh Importir Jalur Prioritas dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen ;

· Jalur MITA Non Prioritas yaitu mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor oleh importir dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen. Jalur ini diperuntukkan bagi importir yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai Mitra Utama (nonprioritas) dengan keputusan Kepala Kantor Pabean atas nama Direktur Jenderal, untuk selanjutnya disebut MITA Non Prioritas kecuali dalam hal ;

1. impor komoditi berisiko tinggi ;

2. impor sementara ;

3. re-impor ;

4. barang impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk, barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, diterbitkan SPPB setelah selesainya penelitian dokumen.

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Barang untuk mengetahui jumlah dan jenis barang  impor atas instruksi dari PFPD diperiksa dalam pengklasifikasian dan penetapan nilai pabean. Pemeriksaan fisik baru dilakukan apabila terhadap hal-hal yang menurut penelitian petugas terdapat hal-hal yang menyimpang. Untuk pemeriksaan fisik pejabat fungsional peneliti dokumen harus memberikan instruksi kepada pejabat pemeriksa barang, Hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan fisik, dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik dari pejabat bea dan cukai atau dari sistem komputer pelayanan. Importir atau kuasanya wajib menyiapkan dan menyerahkan barang impor untuk diperiksa, membuka setiap bungkusan, kemasan, atau peti kemas yang akan diperiksa serta menyaksikan pemeriksaan tersebut.

Kewajiban menyiapkan barang harus dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal pemberitahuan pemeriksaan fisik. Atas permintaan importir atau kuasanya, jangka waktu dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) hari kerja apabila yang bersangkutan dapat memberikan alasan tentang penyebab tidak dapat dilakukannya pemeriksaan fisik. Apabila importir atau kuasanya tidak melaksanakan persiapan barang dalam jangka waktu yang ditetapkan maka pemeriksaan fisik dapat dilakukan oleh pejabat bea dan cukai atas risiko dan biaya importir.

 

Dalam hal berdasarkan pemeriksaan pabean terdapat barang impor yang tidak diberitahu kan; atau barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor, pejabat pemeriksa dokumen menyerahkan pemberitahuan pabean beserta dokumen pelengkap pabeannya tersebut kepada pejabat bea dan cukai yang bertanggung jawab di bidang pengawasan untuk dilakukan penyelidikan.

d. Pemeriksaan fisik secara jabatan (ex-officio)

Pemeriksaan jabatan adalah pemeriksaan fisik terhadap barang yang impor atau ekspor atau prakasa pejabat bea dan cukai untuk mengamankan hak-hak negara dan/atau memenuhi ketentuan pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan jabatan atas barang impor atau barang ekspor. Pemeriksaan jabatan dilakukan sebelum atau sesudah pemberitahuan pabean disampaikan ke kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.

Pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan perintah tertulis dari kepala kantor atau pejabat yang ditunjuk dan dapat dilakukan terhadap, pertama barang impor yang impornya diduga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan hasil analisis intelejen sebelum pengajuan pemberitahuan pabean namun tidak diurus sampai jangka waktu tertentu setelah pemberitahuan pabeannya disampaikan. Kedua, barang Ekspor yang ditimbun di kawasan pabean dan telah disampaikan pemberitahuan pabeannya namun sampai jangka waktu tertentu tidak diurus.

Dalam melaksanakan pemeriksaan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pejabat bea dan cukai berwenang meminta pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat atau yang mewakilinya untuk menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa. Untuk kepentingan pemeriksaan pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat atau yang mewakilinya wajib menyerahkan barang untuk diperiksa dan wajib membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa. Apabila permintaan tidak dipenuhi, pejabat bea dan cukai melakukan pemeriksaan risiko dan biaya yang bersangkutan. Atas pemeriksaan jabatan, pejabat bea dan cukai membuat Berita Acara Pemeriksaan Jabatan, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197 Tahun 2007 tentang Pemeriksaan Jabatan atas Barang Impor atau Barang Ekspor.

· Lokasi Pemeriksaan Fisik

Lokasi pemeriksaan dapat dilakukan pertama, di lapangan dan/atau gudang pemeriksaan, Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Pabean, atau Tempat Penimbuan Berikat ; Kedua, di gudang/lapangan importir dengan izin Kepala Kantor Pabean dan Pejabat yang ditunjuknya. Ketiga, pemeriksaan di lokasi hi-co scan X Ray container atas barang impor sejenis atau barang impor yang dikemas dalam kemasan berpendingin (refrigerated container)

· Tingkat Pemeriksaan Fisik dan Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilaksanakan mulai dari 10% atau 30% dari keseluruhan dan ditentukan oleh sistem aplikasi pelayanan kepabeanan yang menerapkan PDE atau seksi pabean dalam hal kantor pabean belum menerapkan Pertukaran Data Elektronik, dalam hal jumlah peti kemas 5 (lima) atau kurang, pemeriksaan fisik sebesar 10% atau 30% dari seluruh jumlah kemasan yang diberitahukan, dengan jumlah minimal 2 (dua) kemasan ; peti kemas lebih dari 5 (lima), pemeriksaan fisik dilakukan sebesar 10% atau 30% dari seluruh jumlah peti kemas yang diberitahukan, dengan jumlah minimal 1(satu) peti kemas.

· Peningkatan Pemeriksaan Fisik

Dalam hal tertentu, seperti adanya informasi atau dari hasil analisis yang menghasilkan dugaan atau kesimpulan tentang penyimpangan atau pelanggaran yang kemugkinan akan merugikan negara, pemeriksaan dapat ditingkatkan, yaitu :

a. Pemeriksaan fisik 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) ditingkatkan menjadi 100% (seratus persen) dalam hal :

· Jumlah atau jenis barang di packing list tidak jelas;

· Barang impor tidak dikemas dalam kemasan yang bernomor;

· Jumlah dan/atau nomor kemasan/packing tidak sesuai dengan packing list;

· Jumlah dan/atau jenis barang yang diperiksa kedapatan tidak sesuai dengan packing list;

b. Pemeriksaan fisik 100% dilakukan karena jabatan dan atas barang impor tersebut terkena Nota Hasil Intelijen (NHI); dan/atau barang impor dalam bentuk curah.

Sumber ;  Ali Purwito M., Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang) Konsep dan Aplikasi, Kajian Hukum Fiskal FHUI Bekerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum UI ; Jakarta, 2010.

Tentang alfanaikkelas

alfa.naik.kelas@gmail.com
Pos ini dipublikasikan di Kepabeanan dan tag , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar